Syaithan adalah sumber dari
segala kejelekan yang ada, perancang dari segala makar, peramu segala racun,
menghembuskan was-was ke dalam hati-hati manusia, mengemas perbuatan jelek
sebagai perbuatan yang baik. Sehingga kebanyakan manusia terpedaya dengan makar
dan racunnya.
Namun kita tidak boleh gegabah dengan mengatakan ‘celaka kamu wahai syaithan’,
justru syaithan semakin membesar seperti besarnya rumah. Tetapi bacalah
basmalah (bismillah) niscaya syaithan semakin kecil seperti lalat. (HR. Abu
Dawud no. 4330) Bukankah Allah subhanahu wata’ala telah memberikan penawar bagi
“racun” yang ditimbulkan oleh syaithan tersebut. Allah subhanahu wata’ala
berfirman (artinya):
“Dan Kami turunkan dari Al Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman”. (Al Isra’: 82)
Dan
tidaklah Allah subhanahu wata’ala menurunkan suatu penyakit kecuali Allah
subhanahu wata’ala telah menyediakan penawarnya. Salah satu dari penawar
tersebut adalah surat An Naas, salah satu surat yang terdapat di dalam Al Quran
dan terletak di penghujung atau bagian akhir darinya serta termasuk surat-surat
pendek yang ada di dalam Al Quran.
Pada kajian kali ini, kami akan mengajak pembaca untuk mengkaji tentang
keutamaan surat An Naas dan apa yang terkandung di dalamnya.
Keutamaan surat An Naas
Surat ini
termasuk golongan surat Makkiyah (turun sebelum hijrah) menurut pendapat para
ulama di bidang tafsir, diantaranya Ibnu Katsir Asy Syafi’i dan Asy Syaikh
Abdurrahman As Sa’dy.
Surat An Naas merupakan salah satu Al Mu’awwidzataini. Yaitu dua surat yang
mengandung permohonan perlindungan, yang satunya adalah surat Al Falaq. Kedua
surat ini memiliki kedudukan yang tinggi diantara surat-surat yang lainnya.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
أُنْزِلَ
أَوْ أُنْزِلَتْ عَلَيَّ آيَاتٌ لَمْ يُرَ مِثْلُهُنَّ قَطُّ الْمُعَوِّذَتَيْنِ
“Telah
diturunkan kepadaku ayat-ayat yang tidak semisal dengannya yaitu Al
Mu’awwidataini (surat An Naas dan surat Al Falaq).” (H.R Muslim no. 814, At
Tirmidzi no. 2827, An Naasa’i no. 944)
Setelah turunnya dua surat ini, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam
mencukupkan keduanya sebagai bacaan (wirid) untuk membentengi dari pandangan
jelek jin maupun manusia. (HR. At Tirmidzi no. 1984, dari shahabat Abu Sa’id
radhiallahu ‘anhu)
Namun
bila disebut Al Mu’awwidzat, maka yang dimaksud adalah dua surat ini dan surat
Al Ikhlash. Al Mu’awwidzat, salah satu bacaan wirid/dzikir yang disunnahkan
untuk dibaca sehabis shalat. Shahabat ‘Uqbah bin ‘Amir membawakan hadits dari
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, bahwa beliau shalallahu ‘alaihi
wasallam berkata:
اقْرَأُوا
الْمُعَوِّذَاتِ فِيْ دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ
“Bacalah
Al Mu’awwidzat pada setiap sehabis shalat.” (HR. Abu Dawud no. 1523,
dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani dalam Ash Shahihah no. 1514)
Al Mu’awwidzat juga dijadikan wirid/dzikir di waktu pagi dan sore. Barangsiapa
yang membacanya sebanyak tiga kali diwaktu pagi dan sore, niscaya Allah
subhanahu wata’ala akan mencukupinya dari segala sesuatu. (HR. Abu Dawud no.
4419, An Naasaa’i no. 5333, dan At Tirmidzi no. 3399). Demikian pula
disunnahkan membaca Al Mu’awwidztat sebelum tidur. Caranya, membaca ketiga
surat ini lalumeniupkan pada kedua telapak tangannya, kemudian diusapkan ke
kepala, wajah dan seterusnya ke seluruh anggota badan, sebanyak tiga kali. (HR.
Al Bukhari 4630Al Muawwidzat juga bisa dijadikan bacaan ‘ruqyah’ (pengobatan
ala islami dengan membaca ayat-ayat Al Qur’an). Dipenghujung kehidupan
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, beliau dalam keadaan sakit. Beliau
meruqyah dirinya dengan membaca Al Muawwidzat, ketika sakitnya semakin parah,
maka Aisyah yang membacakan ruqyah dengan Al Muawwidzat tersebut. (HR. Al
Bukhari no. 4085 dan Muslim no. 2195)
Tafsir Surat An Naas
قُلْ أَعُوذُ
بِرَبِّ النَّاسِ
“Katakanlah
(Wahai Muhammad): “Aku berlindung kepada Rabb manusia.”
مَلِكِ النَّاسِ
“Raja
manusia.”
إِلَهِ النَّاسِ
“Sembahan
manusia.”
Sebuah
tarbiyah ilahi, Allah memerintahkan kepada Nabi-Nya sekaligus Khalil-Nya untuk
memohon perlindungan hanya kepada-Nya. Karena Dia adalah Rabb (yaitu sebagai
pencipta, pengatur, dan pemberi rizki), Al Malik (pemilik dari segala sesuatu
yang ada di alam ini), dan Al Ilah (satu-satunya Dzat yang berhak diibadahi).
Dengan ketiga sifat Allah subhanahu wata’ala inilah, Allah subhanahu wata’ala
memerintahkan Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam untuk memohon
perlindungan hanya kepada-Nya, dari kejelekan was-was yang dihembuskan
syaithan.
Sebuah
pendidikan Rabbani, bahwa semua yang makhluk Allah subhanahu wata’ala adalah
hamba yang lemah, butuh akan pertolongan-Nya subhanahu wata’ala. Termasuk Nabi
Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam, beliau adalah manusia biasa yang butuh
akan pertolongan-Nya. Sehingga beliau adalah hamba yang tidak boleh disembah,
bukan tempat untuk meminta pertolongan dan perlindungan, dan bukan tempat
bergantung.
Karena hal itu termasuk perbuatan ghuluw (ekstrim), memposisikan Nabi
shalallahu ‘alaihi wasallam bukan pada tempat yang semestinya. Bahkan beliau
shalallahu ‘alaihi wasallam melarang dari perbuatan seperti itu. Beliau shalallahu
‘alaihi wasallam bersada:
لاَ تُطْرُونِي
كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ إِنَّمَا أَنَا عَبْدٌ ، فَقُوْلُوا عَبْدُ
اللهِ وَرَسُوْلُهُ
“Janganlah
kalian berbuat ghuluw kepadaku sebagaimana Nashara telah berbuat ghuluw kepada
Ibnu Maryam. Aku ini hanyalah seorang hamba, maka katakanlah Abdullah (hamba
Allah) dan Rasul-Nya”. (Muttafaqun ‘Alaihi)
Akan
tetapi beliau shalallahu ‘alaihi wasallam adalah seorang nabi dan rasul yang
wajib ditaati dan diteladani.
مِن شَرِّ
الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ
“Dari
kejahatan (bisikan) syaithan yang biasa bersembunyi.”
Makna Al was-was adalah bisikan yang betul-betul tersembunyi dan samar, adapun
al khannas adalah mundur. Maka bagaimana maksud dari ayat ini?
Maksudnya, bahwasanya syaithan selalu menghembuskan bisikan-bisikan yang
menyesatkan manusia disaat manusia lalai dari berdzikir kepada Allah subhanahu
wata’ala. Sebagaimana firman-Nya (artinya):
“Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Rabb yang Maha Pemurah (Al Qur’an),
Kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan). Maka syaitan itulah yang
menjadi teman yang selalu menyertainya.” (Az Zukhruf: 36)
Adapun ketika seorang hamba berdzikir kepada Allah subhanahu wata’ala, maka
syaithan bersifat khannas yaitu ‘mundur’ dari perbuatan menyesatkan manusia.
Sebagaimana dalam firman-Nya (artinya):
“Sesungguhnya syaitan itu tidak mempunyai kekuasaan atas orang-orang yang
beriman dan bertawakkal kepada Rabb-nya.” (An Nahl: 99)
Jawaban ini dikuatkan oleh Al Imam Ibnu Katsir di dalam kitab tafsirnya ketika
membawakan penafsiran dari Sa’id bin Jubair dan Ibnu ‘Abbas, yaitu: “Syaithan
bercokol di dalam hati manusia, apabila dia lalai atau lupa maka syaithan
menghembuskan was-was padanya, dan ketika dia mengingat Allah subhanahu
wata’ala maka syaithan lari darinya.
الَّذِي يُوَسْوِسُ
فِي صُدُورِ النَّاسِ
“Yang
membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia.”
Inilah misi syaithan yang selalu berupaya menghembuskan was-was kepada manusia.
Menghiasi kebatilan sedemikian indah dan menarik. Mengemas kebenaran dengan
kemasan yang buruk. Sehingga seakan-akan yang batil itu tampak benar dan yang
benar itu tampak batil.
Cobalah
perhatikan, bagaimana rayuan manis syaithan yang dihembuskan kepada Nabi Adam
dan istrinya. Allah subhanahu wata’ala kisahkan dalam firman-Nya (artinya):
“Maka syaitan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk menampakkan
kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka yaitu auratnya, dan syaitan
berkata: “Rabb-mu tidak melarangmu untuk mendekati pohon ini, melainkan supaya
kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang-orang yang kekal
(dalam al jannah/surga)”. (Al A’raf: 20). Demikian pula perhatikan, kisah
ketika Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam sedang beri’tikaf. Shafiyyah
bintu Huyay (salah seorang istri beliau shalallahu ‘alaihi wasallam) mengunjunginya
di malam hari. Setelah berbincang beberapa saat, maka Rasulullah shalallahu
‘alaihi wasallam mengantarkannya pulang ke kediamannya. Namun perjalanan
keduanya dilihat oleh dua orang Al Anshar. Kemudian syaithan menghembuskan ke
dalam hati keduanya perasaan was-was (curiga). Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wasallam melihat gelagat yang kurang baik dari keduanya. Oleh karena itu
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam segera mengejarnya, seraya bersabda:
عَلَى رِسْلِكُمَا,
إِنَّهَا صَفِيَّةُ بِنْتُ حُيَيّ فَقَالاَ: سُبْحَانَ الله يَارَسُولَ الله. فَقَالَ:
إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِي مِنِ ابْنِ آدَمَ مَجْرَى الدََّم, وَإِنِّي خَشِيْتُ أَنْ
يُقْذَفَ فِي قُلُوبِكُمَاشَيْئاً, أَوْشَرًّا.
“Tenanglah
kalian berdua, dia adalah Shafiyyah bintu Huyay. Mereka berdua berkata: “Maha
Suci Allah wahai Rasulullah. Maka Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya syaithan
mengalir di tubuh bani Adam sesuai dengan aliran darah, dan aku khawatir
dihembuskan kepada kalian sesuatu atau keburukan.” (H.R Muslim no. 2175)
Demikianlah
watak syaithan selalu menghembuskan bisikan-bisikan jahat ke dalam hati
manusia. Apalagi Allah subhanahu wata’ala dengan segala hikmah-Nya telah
menciptakan ‘pendamping’ (dari kalangan jin) bagi setiap manusia, bahkan
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam juga ada pendampingnya. Sebagimana
sabdanya shalallahu ‘alaihi wasallam:
مَا مِنْكُمْ
مِنْ أَحَدٍ إِلاّ َقَدْ وُكِّلَ بِهِ قَرِيْنُهُ مِنَ الجِنِّ, قَالُوا: وَإِيَّاكَ
يَارَسُولَ الله ؟ قَالَ: وَإِيَّايَ, إِلاَّ أَنَّ الله أَعَانَنِي عَلَيْهِ فَأَسْلَمَ,
فَلاَ يَأْمُرُنِي إِلاَّبِخَيْرٍ.
“Tidaklah
salah seorang dari kalian kecuali diberikan seorang pendamping dari kalangan
jin, maka para shahabat berkata: Apakah termasuk engkau wahai Rasulullah?
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab: Ya, hanya saja Allah telah
menolongku darinya, karena ia telah masuk Islam, maka dia tidaklah
memerintahkan kepadaku kecuali kebaikan”. (HR. Muslim no. 2814)
مِنَ الْجِنَّةِ
وَ النَّاسِ
“Dari
(golongan) jin dan manusia.”
Dari ayat ini tampak jelas bahwa yang melakukan bisikan ke dalam dada manusia
tidak hanya dari golongan jin, bahkan manusia pun bisa berperan sebagai
syaithan. Hal ini juga dipertegas dalam ayat lain (artinya):
“Dan Demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu
syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebagian mereka
membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah
untuk menipu (manusia)” (Al An’am: 112)
Maka salah satu jalan keluar dari bisikan dan godaan syaithan baik dari
kalangan jin dan manusia adalah sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala
(artinya): “Dan jika syaithan mengganggumu dengan suatu gangguan, maka mohonlah
perlindungan kepada Allah.” (Fushshilat: 36)
Maka sudah sepantasnya bagi kita selalu memohon pertolongan dan perlindungan
hanya kepada Allah subhanahu wata’ala semata. Mengakui bahwa sesungguhnya
seluruh makhluk berada di bawah pengaturan dan kekuasaan-Nya subhanahu
wata’ala. Semua kejadian ini terjadi atas kehendak-Nya subhanahu wata’ala. Dan
tiada yang bisa memberikan pertolongan dan menolak mudharat kecuali atas
kehendak-Nya subhanahu wata’ala pula.
Semoga Allah subhanahu wata’ala menjadikan kita sebagai hamba-hamba-Nya yang
senantiasa meminta pertolongan, perlindungan dan mengikhlaskan seluruh
peribadahan hanya kepada-Nya